Rabu, 20 Agustus 2014

memahami al-qur'an tentang toleransi dan etika pergaulan









Memahami Qur’an, toleransi dan Etika Pergaulan



Dalam memahami Al-qur’an kita wajib untuk bisa membaca al-qur’an dan bisa berbahasa arab. Dalam sebuah pepatah mengatakan “nahwu adlah ibunya ilmu dan shorof adalah bapaknya ilmu”. Kenapa dikatakan seperti itu?, karena banyak ilmu dalam al-qur’an berbagai sejarah dalam al-qur’an yang harus kita ketahui seperti sejarah nabi Muhammad SAW. Untuk mengetahui apa yang telah rasulullah perjuangkan dalam menyebarkan agama islam. Dalam islam kita diajarkan untuk lebih beradab dalm pergaulan dan kehidupan sesama makhluk agar memiliki rasa saling menghormati dan toleransi dalam perbedaan dan Allah telah mengatakan dalam surah al kafirun ayat 1-6.

A. Al-qur’an surah al-kafirun,109:1-6 tentang tidak ada toleransi dalam keimanan dan peribadahan      ARTINYA :
1) Katakanlah "Wahai orang-orang kafir!" 2) Aku tidak akan menyembah apa yang kamu sembah 3) Dan kamu bukan penyembah tuhan, yang aku sembah 4) Dan aku tidak pernah menjadi penyembah apa yang kamu sembah 5) Dan kamu tidak pernah (pula) menjadi penyembah apa yang aku sembah 6) Untukmulah agamamu dan untukkulah agamaku.
       Surah Al-Kafirun ini termasuk surah Makkiyah atau surah yang diturunkan di Mekkah, sebelum Nabi Muhammad SAW berhijrah ke Madinah. Dan merupakan urutan surat yang ke-109 dalam Al-Qur'an yang terdiri dari 6 ayat. Al-Kafirun artinya orang-orang kafir. Surah ini dinamakan Surah Al-Kafirun, karena tema pokoknya menjelaskan sikap Nabi Muhammad SAW dan umat Islam terhadap orang-orang kafir. 
a)  Asbabun nuzul surah al-kafirun ayat 1-6
Setelah Hamzah dan Umar masuk islam, kaum musyrikin mekah semakin khawatir terhadap dakwah Rasulullah. Mereka telah melakukan banyak cara untuk menghentikan dakwah Rasulullah mulai dari harta dan kekuasaan, hingga berencana membunuh Rasulullah. Dan ketika kaum Musyrikin Quraisy gagal dalam perundingan, hasutan, bujukan, ancaman, intimidasi sampai kegagagalan yang dialami Abu Jahal yang hendak membunuh Rasulullah, mereka kemudian mengajak Rasulullah untuk mengambil jalan tengah.
Ibnu Ishaq meriwayatkan, dia berkata, “Pada satu ketika datang orang-orang Quraisy kepada Rasulullah sholallahu ‘alaihi wasalam yang saat itu sedang thawaf di sekitar Ka’bah, di antara mereka adalah al-Aswwad bin al-Muthallib bin Asad bin Abdul Uzza, al-Walid bin Mughirah, Umayyah bin Khalaf dan al-Ash bin Wa’il as-Sahmi, mereka semua termasuk sesepuh dari kaumnya, mereka berkata, ‘Wahai Muhammad, bagaimana kalau kita bekerja sama dalam ibadah kita. Kami akan menyembah apa yang engkau sembah, tetapi engkau harus menyembah apa yang kami sembah. Jika yang engkau sembah lebih baik, kami akan menyembah Tuhanmu, tetapi jika yang kami sembah ternyata lebih baik maka engkau harus menyembah tuhan kami. Lalu turunlah firman Allah subhanahu wata’ala:
Katakanlah: “Hai orang-orang kafir, Aku tidak akan menyembah apa yang kamu sembah dan kamu bukan penyembah Tuhan yang aku sembah. Dan aku tidak pernah menjadi penyembah apa yang kamu sembah, dan kamu tidak pernah (pula) menjadi penyembah Tuhan yang aku sembah. Untukmu agamamu, dan utukkulah, agamaku.” (QS Al Kafirun: 1-6)
Abdul bin Humaid dan yang lainnya meriwayatkan dari Ibnu Abbas, orang0orang Quraisy itu berkaya, “Jika engkau (Muhammad) mau menerima tuhan kami maka kami akan menyembah Tuhanmu.” Lalu, Allah menurunkan surat Al Kafirun tersebut.
Riwayat dari Ibnu Jarir mengatakan orang-orang Quraisy itu berkata, “Satu tahun engkau menyembah tuhan kami dan satu tahun kami menyembah Tuhanmu,” Lalu Allah menurunkan ayat:
Katakanlah: “Maka apakah kamu menyuruh aku untuk menyembah selain Allah, hai orang-orang yang tidak berpengetahuan?” (QS az-Zumar: 64)
Setelah Allah memotong perundingan yang lucu ini dengan ayat-ayat yang begitu tegas, orang-orang Quraisy tidak kehilangan akal dan putus asa begitu saja. Bahkan mereka menambahkan berbagai ajuan kepada Nabi, seperti yang disitir dalam Al Quran : Mereka berkata, “Datangkanlah al-Quran yang lain dari ini atau gantilah dia…” (QS Yunus:15)
Allah menyangkal perkataan mereka dengan ayat berikut:
“Katakanlah: “Tidaklah patut bagiku menggantinya dari pihak diriku sendiri. Aku tidak mengikut kecuali apa yang diwahyukan kepadaku. Sesungguhnya aku takut jika mendurhakai Tuhanku kepada siksa hari yang besar (kiamat).” (QS Yunus : 15)
Lalu Allah memperingatjan dengan ayat berikut ini:
dan Sesungguhnya mereka hampir memalingkan kamu dari apa yang telah Kami wahyukan kepadamu, agar kamu membuat yang lain secara bohong terhadap kami; dan kalau sudah begitu tentu|ah mereka mengambil kamu Jadi sahabat yang setia. Dan kalau Kami tidak memperkuat (hati)mu, niscaya kamu Hampir-hampir condong sedikit kepada mereka, kalau terjadi demikian, benar-benarlah Kami akan rasakan kepadamu (siksaan) berlipat ganda di dunia ini dan begitu (pula siksaan) berlipat ganda sesudah mati, dan kamu tidak akan mendapat seorang penolongpun terhadap kami. (QS Al Israa: 73-75)

b) Isi kandungan surah al-kafirun ayat 1-6

1. Tuhan yang disembah (ma'bud) oleh Nabi Muhammad SAW dan umat Islam berbeda dengan   Tuhan yang disembah orang-orang kafir. Begitu pula dengan cara peribadahan.  
2. Orang islam/muslim dilarang menyembah sesembahan orang kafir.
3. Orang islam boleh bertoleransi dengan pemeluk agama lain dalam hal keduniawian, tapi tidak boleh bertoleransi dalam hal aqidah, syariat dan dalam hal ubudiyah.
4. Larangan bagi orang islam mencampuradukkan agamanya dengan agama lain

       Dalam menyikapi perbedaan keimanan dan peribadahan itu, umat Islam dan kaum kafir hendaknya bebas beragama dan menjalankan ajaran agama yang dianutnya, dan tidak boleh saling mengganggu. Islam melarang memaksa orang lain untuk menganut sesuatu agama.

c) Tafsir surah al-kafirun 1-6
           
1)Katakanlah:Hai orang-orang kafir,(al-kafirun :1)
  
            Telah diriwayatkan bahwa Walid bin Mugirah, 'As bin Wail As Sahmi, Aswad bin Abdul Muttalib dan Umaiyah bin Khalaf bersama rombongan pembesar-pembesar Quraisy datang menemui Nabi SAW. menyatakan, "Hai Muhammad! Marilah engkau mengikuti agama kami dan kami mengikuti agamamu dan engkau bersama kami dalam semua masalah yang kami hadapi, engkau menyembah Tuhan kami setahun dan kami menyembah Tuhanmu setahun. Jika agama yang engkau bawa itu benar, maka kami berada bersamamu dan mendapat bagian darinya, dan jika ajaran yang ada pada kami itu benar, maka engkau telah bersekutu pula bersama-sama kami dan engkau akan mendapat bagian pula daripadanya". Beliau menjawab, "Aku berlindung kepada Allah dari mempersekutukan-Nya". Lalu turunlah surah Al Kafirun sebagai jawaban terhadap ajakan mereka.
Kemudian Nabi SAW pergi ke Masjidilharam menemui orang-orang Quraisy yang sedang berkumpul di sana dan membaca surah Al Kafirun ini, maka mereka berputus asa untuk dapat bekerja sama dengan Nabi SAW. Sejak itu mulailah orang-orang Quraisy meningkatkan permusuhan mereka ke pada Nabi dengan menyakiti beliau dan para sahabatnya, sehingga tiba masanya hijrah ke Madinah.
Dalam ayat-ayat ini Allah memerintahkan Nabi-Nya agar menyatakan kepada orang-orang kafir, bahwa "Tuhan" yang kamu sembah bukanlah "Tuhan" yang saya sembah, karena kamu menyembah "tuhan" yang memerlukan pembantu dan mempunyai anak atau ia menjelma dalam sesuatu bentuk atau dalam sesuatu rupa atau bentuk-bentuk lain yang kau dakwakan.
Sedang saya menyembah Tuhan yang tidak ada tandingan-Nya dan tidak ada sekutu bagi-Nya; tidak mempunyai anak, tidak mempunyai teman wanita dan tidak menjelma dalam sesuatu tubuh. Akal tidak sanggup menerka bagaimana Dia, tidak ditentukan oleh tempat dan tidak terikat oleh masa, tidak memerlukan perantaraan dan tidak pula memerlukan penghubung.
Maksudnya; perbedaan sangat besar antara "tuhan" yang kamu sembah dengan "Tuhan" yang saya sembah. Kamu menyakiti tuhanmu dengan sifat-sifat yang tidak layak sama sekali bagi Tuhan yang saya sembah.


2)Aku tidak menyembah apa yang kamu sembah.(al-kafirun :2)

           
Telah diriwayatkan bahwa Walid bin Mugirah, 'As bin Wail As Sahmi, Aswad bin Abdul Muttalib dan Umaiyah bin Khalaf bersama rombongan pembesar-pembesar Quraisy datang menemui Nabi SAW. menyatakan, "Hai Muhammad! Marilah engkau mengikuti agama kami dan kami mengikuti agamamu dan engkau bersama kami dalam semua masalah yang kami hadapi, engkau menyembah Tuhan kami setahun dan kami menyembah Tuhanmu setahun. Jika agama yang engkau bawa itu benar, maka kami berada bersamamu dan mendapat bagian darinya, dan jika ajaran yang ada pada kami itu benar, maka engkau telah bersekutu pula bersama-sama kami dan engkau akan mendapat bagian pula daripadanya". Beliau menjawab, "Aku berlindung kepada Allah dari mempersekutukan-Nya". Lalu turunlah surah Al Kafirun sebagai jawaban terhadap ajakan mereka.
Kemudian Nabi SAW pergi ke Masjidilharam menemui orang-orang Quraisy yang sedang berkumpul di sana dan membaca surah Al Kafirun ini, maka mereka berputus asa untuk dapat bekerja sama dengan Nabi SAW. Sejak itu mulailah orang-orang Quraisy meningkatkan permusuhan mereka ke pada Nabi dengan menyakiti beliau dan para sahabatnya, sehingga tiba masanya hijrah ke Madinah.
Dalam ayat-ayat ini Allah memerintahkan Nabi-Nya agar menyatakan kepada orang-orang kafir, bahwa "Tuhan" yang kamu sembah bukanlah "Tuhan" yang saya sembah, karena kamu menyembah "tuhan" yang memerlukan pembantu dan mempunyai anak atau ia menjelma dalam sesuatu bentuk atau dalam sesuatu rupa atau bentuk-bentuk lain yang kau dakwakan.
Sedang saya menyembah Tuhan yang tidak ada tandingan-Nya dan tidak ada sekutu bagi-Nya; tidak mempunyai anak, tidak mempunyai teman wanita dan tidak menjelma dalam sesuatu tubuh. Akal tidak sanggup menerka bagaimana Dia, tidak ditentukan oleh tempat dan tidak terikat oleh masa, tidak memerlukan perantaraan dan tidak pula memerlukan penghubung.
Maksudnya; perbedaan sangat besar antara "tuhan" yang kamu sembah dengan "Tuhan" yang saya sembah. Kamu menyakiti tuhanmu dengan sifat-sifat yang tidak layak sama sekali bagi Tuhan yang saya sembah.


3)Dan kamu bukan penyembah Tuhan yang aku sembah.(al-kafirun :3)

            Dalam ayat ini Allah menambahkan lagi pernyataan yang disuruh sampaikan kepada orang-orang kafir dengan menyatakan, "Kamu tidak menyembah Tuhanku yang aku panggil kamu untuk menyembah-Nya, karena berlainan sifat-sifat-Nya dari sifat-sifat "tuhan" yang kamu sembah dan tidak mungkin dipertemukan antara kedua macam sifat tersebut:


4)Dan aku tidak pernah menjadi penyembah apa yang kamu sembah,(al-kafirun :4)

Kemudian sesudah Allah menyatakan tentang tidak mungkin ada persamaan sifat antara Tuhan yang disembah oleh Nabi SAW. dengan yang disembah oleh mereka, maka dengan sendirinya tidak ada pula persamaan tentang ibadat. Mereka menganggap bahwa ibadat yang mereka lakukan di hadapan berhala-berhala atau di tempat-tempat beribadat lainnya, atau di tempat-tempat sepi, bahwa ibadat itu dilakukan secara ikhlas untuk Allah, sedangkan Nabi tidak melebihi mereka sedikitpun dalam hal itu, maka dalam ayat-ayat ini Allah memerintahkan Nabi-Nya agar menjelaskan bahwa, "Saya tidak beribadat sebagai ibadatmu dan kamu tidak beribadat sebagai ibadatku". Ini adalah pendapat Abu Muslim Al Asfahani.
Maksud keterangan di atas menjelaskan bahwa hal tersebut menjadi jelas dengan adanya perbedaan apa yang disembah dan cara ibadat masing-masing. Oleh sebab itu tidak mungkin sama menyembah Tuhan Yang Maha Esa dan cara beribadat kepada-Nya, karena Tuhan yang saya sembah maha suci dari sekutu dan tandingan, tidak menjelma pada seseorang atau memihak kepada suatu bangsa atau orang tertentu. Sedang "tuhan" yang kamu sembah itu berbeda dari Tuhan yang tersebut di atas. Lagi pula ibadat saya hanya untuk Allah saja, sedang ibadatmu bercampur dengan syirik dan dicampuri dengan kelalaian dari Allah, maka yang demikian itu tidak dinamakan ibadat.


5)dan kamu tidak pernah (pula) menjadi penyembah Tuhan yang aku sembah.(al-kafirun :5)

Kemudian sesudah Allah menyatakan tentang tidak mungkin ada persamaan sifat antara Tuhan yang disembah oleh Nabi SAW. dengan yang disembah oleh mereka, maka dengan sendirinya tidak ada pula persamaan tentang ibadat. Mereka menganggap bahwa ibadat yang mereka lakukan di hadapan berhala-berhala atau di tempat-tempat beribadat lainnya, atau di tempat-tempat sepi, bahwa ibadat itu dilakukan secara ikhlas untuk Allah, sedangkan Nabi tidak melebihi mereka sedikitpun dalam hal itu, maka dalam ayat-ayat ini Allah memerintahkan Nabi-Nya agar menjelaskan bahwa, "Saya tidak beribadat sebagai ibadatmu dan kamu tidak beribadat sebagai ibadatku". Ini adalah pendapat Abu Muslim Al Asfahani.
Maksud keterangan di atas menjelaskan bahwa hal tersebut menjadi jelas dengan adanya perbedaan apa yang disembah dan cara ibadat masing-masing. Oleh sebab itu tidak mungkin sama menyembah Tuhan Yang Maha Esa dan cara beribadat kepada-Nya, karena Tuhan yang saya sembah maha suci dari sekutu dan tandingan, tidak menjelma pada seseorang atau memihak kepada suatu bangsa atau orang tertentu. Sedang "tuhan" yang kamu sembah itu berbeda dari Tuhan yang tersebut di atas. Lagi pula ibadat saya hanya untuk Allah saja, sedang ibadatmu bercampur dengan syirik dan dicampuri dengan kelalaian dari Allah, maka yang demikian itu tidak dinamakan ibadat.


6 )Untukmulah agamamu, dan untukkulah, agamaku`.(al-kafirun :6)
           
Kemudian dalam ayat ini Allah mengancam orang-orang kafir dengan firman-Nya yaitu, "Bagi kamu balasan atas amal perbuatanmu dan bagiku balasan atas amal perbuatanku". Dalam ayat lain yang sama maksudnya Allah berfirman:

 Yang Artinya:
"Bagi kami amalan kami, bagi kamu amalan kamu".(Q.S.Al Baqarah): 139.



B.Al-qur’an surah yunus,10:40-41 tentang sikap terhadap orang yang berbeda pendapat


ARTINYA :

40)Di antara mereka ada orang-orang yang beriman kepada Al Quran, dan di antaranya ada (pula) orang-orang yang tidak beriman kepadanya. Tuhanmu lebih mengetahui tentang orang-orang yang berbuat kerusakan.41)Jika mereka mendustakan kamu, Maka Katakanlah: "Bagiku pekerjaanku dan bagimu pekerjaanmu. kamu berlepas diri terhadap apa yang aku kerjakan dan aku pun berlepas diri terhadap apa yang kamu kerjakan". (QS.Yunus, 10: 40-41)

a) Asbabun nuzul surah yunus ayat 40-41
Tidak semua wahyu Allah terdapat asbabun nuzul. Salah satunya yaitu Surat Yunus ayat 40-41. Dalam tafsir tidak dijelaskan penyebab (asbabun nuzul) ayat tersebut.

b) Isi kandungan surah yunus ayat 40-41
1. Ada golongan umat manusia yang beriman terhadap Al-Qur'an dan ada yang tidak beriman kepada Al-Qur'an.
2. Allah SWT mengetahui sikap dan perilaku orang-orang yang beriman yang bertakwa kepada Allah SWT dan orang-orang yang tidak beriman yang berbuat durhaka kepada Allah SWT.
3. Orang-orang yang beriman kepada Allah SWT (umat Islam) harus yakin bahwa Rasul Allah SWT yang terakhir adalah Nabi Muhammad SWT dan Al-Qur'an adalah kitab suci yang harus dijadikan pedoman hidup umat manusia sampai akhir zaman.
    
Umat Islam harus menyadari bahwa setiap amal perbuatan manusia baik ataupun buruk diketahui oleh Allah SWT. Dan masing-masing orang akan memikul dosanya sendiri-sendiri.

c)Tafsir al-qur’an surah yunus 40-41
             
(40)Sebelumnya telah disebutkan bahwa orang-orang Musyrik dan Kafir menyebut al-Quran sebagai kumpulan pernyataan Nabi Muhammad Saw dan menolak hubungan beliau dengan Allah Swt. Pernyataan itu dilakukan semata-mata  berdasarkan prasangka tanpa dasar. Kedua ayat ini menyatakan bahwa apa yang disampaikan itu hanya ulangan pernyataan orang-orang terdahulu. Karena itulah para nabi terdahulu juga menghadapi berbagai tuduhan seperti itu. Padahal kebohongan mereka itu tidak ada dasar dan mereka hanya menzalimi dirinya sendiri. Selain itu, mereka telah menghina kitab samawi dan para nabi. Ada yang menerima kebenaran dan ada yang tidak. Hal ini merupakan Sunnatullah bahwa manusia diciptakan bebas memilih untuk beriman atau kafir.
            (41)Ayat ini menjelaskan bagaimana cara bergaul dengan orang-orang Kafir dan para penentang dengan mengatakan, "Tugas kalian di hadapan mereka adalah memberi pengarahan, bimbingan dan petunjuk. Sekali-kali kalian tidak boleh memaksa, mengharuskan atau memperdaya mereka sehingga tunduk dan menyerah. Namun apabila mereka tetap bersih kukuh dalam menghadapi dakwah Islam, lalu tetap membohongkan kalian, maka sudah tidak ada lagi tugas kalian terhadap mereka. Karena iman kepada Allah harus berdasarkan keyakinan dan ikhtiyar, namun orang-orang ini tidak menginginkan untuk memahami hak dan kebenaran, atau apabila memahaminya mereka tetap enggan beriman."
            Hal ini dimaksudkan agar dapat menarik perhatian para penentang agar beriman dan menerima kebenaran. Mereka menyangka dengan melepas sebagian prinsip dapat menarik manusia yang lainnya. Padahal kita tidak berhak untuk menghapus usuluddin guna memperbanyak jumlah pengikut. Karena itu dalam ayat ini Nabi Saw diperintahkan oleh Allah untuk mengatakan kepada orang-orang kafir, "Meski pernyataan dan seruanku tidak kalian terima, ketahuilah bahwa aku berlepas tangan dari perbuatan kalian. Karena lebih dari ini aku tidak bertanggung jawab di hadapan kalian."


C.Al-qur’an surah al-kahfi 10


إِذْ أَوَى الْفِتْيَةُ إِلَى الْكَهْفِ فَقَالُوا رَبَّنَا آَتِنَا مِنْ لَدُنْكَ رَحْمَةً وَهَيِّئْ لَنَا مِنْ أَمْرِنَا رَشَدًا

(Ingatlah) tatkala para pemuda itu mencari tempat berlindung ke dalam gua, lalu mereka berdoa: “Wahai Tuhan kami, berikanlah rahmat kepada kami dari sisi-Mu dan sempurnakanlah bagi kami petunjuk yang lurus dalam urusan kami (ini).”(Q.S. al-kahfi ayat 10)
            Ashabul kahfi adalah sebutan bagi sekelompok pemuda di zaman dahulu yang dengan tegas dan gagah berani dalam menentang kesewenang-wenangan raja (penguasa) terutama dalam penolakan mereka terhadap pemusrikan yang dilakukan oleh raja mereka.
Menurut Ibn Abbas bahwa Ashabul Kahfi ini adalah anak muda yang merupakan keturunan dari Raja Daqyanus, adapula yang mengatakan mereka itu adalah pemuda yang taat dan pengikut dari agama Nabi Isa As.
Alkisah pada waktu itu raja yang penyembah berhala itu mendata siapa saja diantara kaumnya yang tidak mau menyembah kepada berhala. Namun raja merasa terkejut ternyata keturunananya lah yang ternyata tidak beribadah kepada berhala. Untuk menutupi rasa malunya raja berencana untuk memanggil mereka dan memaksa mereka untuk beribadah kepada berhala. Para pemuda yang merupakan keturunan dari raja itu ketakutan akan siksaan yang akan mereka hadapi, akhirnya mereka melarikan diri pada malam hari dan bersembunyi di sebuah gua..
Versi kedua dari kisah Ahabul Kahfi adalah apa yang diriwayatkan Muhammad bin Ishak dalam Tafsir Showi beliau menuturkan bahwa Ashabul Kahfi hidup setelah Nabi Isa As, mereka adalah sekelompok kecil dari orang yang dengan teguh memegang isi Injil dan bertauhid kepada Allah, mereka hidup di bawah kekuasaan raja Daqyanus yang merupakan penyembah berhala dan dia akan menghukum orang yang tidak mau menyembah berhala.
Suatu ketika Ashabul kahfi lewat ke tempat itu dan menyaksikan pemusrikan yang terjadi di daerah itu (nama tempat tsb adalah Torsus, di wilayah kekuasaan Romawi Timur/Bizantium) mereka merasa sedih yang amat besar mengetahui kemusrikan yang terjadi di daerah itu, lalu mereka pun berdakwah mengajak masyrakat untuk kembali menyembah Allah semata. Kabar ini samapai ke Daqyanus yang akhirnya memanggil mereka dan di hadapkan di depan Daqyanus. Terjadi dialog antara Daqyanus dan mereka
ما منعكم أن تذبحو الألهتنا وتجعلوا أنفسكم كأهل المدينة اما أن تكونوا علي دينيا واما أن نقتلوكم؟     
(ma manaukum an tadzbahu alihatana, watajalu anfusakum ka ahlil madinati. Imam antakunuu ala dinina waimma an taqtulukum.)
( inna lana ilahan a’dzimah, milussamawati wal ardi lan naduwa mindunihi ilahan abadan. Isna ma bada a laka) ان لنا الها عطيمة ملء السموات والارض لن ندعومن دونه الها أبدا, اصنع ما بدالك.

Daqyanus : apa yang membuat kalian enggan untuk menyembah Tuhan kita dan menjadikan diri kalian seperti penduduk kota lainnya? (kami menawarkan pilihan) apakah kamu akan kembali keagama kami atau kami akan membunuh kalian.
Ashabul : sesungguhnya kami memepunyai Tuhan yang lebih agung dari pada Tuhan kalian, dia adalah penguasa seluruh langit dan bumi, dan kami tidak akan sekali-kali akan menyekutukannya selamanya. Maka lakukanlah apa yang menurut kamu terbaik.
Setelah itu, mereka menyingkir dari kota dan diam di gua yang berada di kaki gunung (Kahfi). Mereka bertemu dengan seekor anjing yang akhirnmya mengikuti mereka. Dan yang mereka lakukan disana salat, puasa dan berdzikir. Sampai akhirnya Allah membuat mereka tertidur selama ratusan tahun yang kemudian dijadikan sebagai pembenaran adanya pembangkitan.
DALIL HADIST TENTANG KEWAJIBAN MENUNTUT ILMU

طَلَبُ اْلعِلْمِ فَرِيْضَةٌ عَلَى كُلِّ مُسْلِمٍ وَمُسْلِمَةٍ
Artinya : ”Mencari ilmu itu fardlu (wajib) atas setiap orang muslim laki-laki dan perempuan” [HR Ahmad )

D.Al-qur’an surah at-taubah,9:122 (tuntunan jihad dan keperluan menuntut ilmu.)



ARTINYA :
Tidak sepatutnya bagi orang-orang yang mukmin itu pergi semuanya (ke medan perang). Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga dirinya.(QS.at-taubah /9:122) 
a)Asbabun Nuzul surah at-taubah ayat 122

Di riwayatkan oleh Ibn Abi Hatim yang bersumberkan daripada Ikrimah katanya, ketika turun ayat
Bermaksud: “Jika kamu tidak pergi beramai-ramai (untuk berperang pada jalan Allah - membela ugamaNya), Allah akan menyeksa kamu dengan azab seksa yang tidak terperi sakitnya”                    (at-Taubah:39)
beberapa orang penduduk kampung yang jauh dari Bandar tidak menyertai peperangan kerana mengajar kaumnya tentang ilmu. Lalu Orang-orang munafiq berkata: “Celakalah orang-orang di kampung itu kerana ada segelintir yang tidak turun ke medan perang”. Lalu turun ayat ini وَمَا كَانَ الْمُؤْمِنُونَ لِيَنفِرُوا كَافَّةً hingga akhirnya.

Dalam satu riwayat yang lain juga diriwayatkan oleh Ibn Abi Hatim daripada Abdullah bin Abidullah bin Amir berkata: “Orang-orang Islam diberi galakkan supaya berjihad, apabila Rasulullah s.a.w. menghantar bala tentera ke medan perang mereka akan keluar beramai-ramai. Pada masa yang sama mereka meninggalkan Nabi s.a.w. di Madinah dengan beberapa orang sahaja. Lalu ayat itu di turunkan.

b) Isi kandungan surah at-taubah ayat 122
Dalam ayat ini, Allah swt. menerangkan bahwa tidak perlu semua orang mukmin berangkat ke medan perang, bila peperangan itu dapat dilakukan oleh sebagian kaum muslimin saja. Tetapi harus ada pembagian tugas dalam masyarakat, sebagian berangkat ke medan perang, dan sebagian lagi bertekun menuntut ilmu dan mendalami ilmu-ilmu agama Islam supaya ajaran-ajaran agama itu dapat diajarkan secara merata, dan dakwah dapat dilakukan dengan cara yang lebih efektif dan bermanfaat serta kecerdasan umat Islam dapat ditingkatkan.

Orang-orang yang berjuang di bidang pengetahuan, oleh agama Islam disamakan nilainya dengan orang-orang yang berjuang di medan perang. Dalam hal ini Rasulullah saw. telah bersabda:


يوزن يوم القيامة مداد العلماء بدم الشهداء

Artinya:
Di hari kiamat kelak tinta yang digunakan untuk menulis oleh para ulama akan ditimbang dengan darah para syuhada (yang gugur di medan perang).
         Tugas ulama umat Islam adalah untuk mempelajari agamanya, serta mengamalkannya dengan baik, kemudian menyampaikan pengetahuan agama itu kepada yang belum mengetahuinya. Tugas-tugas tersebut adalah merupakan tugas umat dan tugas setiap pribadi muslim sesuai dengan kemampuan dan pengetahuan masing-masing, karena Rasulullah saw. telah bersabda;

بلغوا عني ولو آية
Artinya:
Sampaikanlah olehmu (apa-apa yang telah kamu peroleh) daripadaku walaupun hanya satu ayat Alquran saja.
            Akan tetapi tentu saja tidak setiap orang Islam mendapat kesempatan untuk bertekun menuntut dan mendalami ilmu pengetahuan serta mendalami ilmu agama, karena sebagiannya sibuk dengan tugas di medan perang, di ladang, di pabrik, di toko dan sebagainya. Oleh sebab itu harus ada sebagian dari umat Islam yang menggunakan waktu dan tenaganya untuk menuntut ilmu dan mendalami ilmu-ilmu agama agar kemudian setelah mereka selesai dan kembali ke masyarakat, mereka dapat menyebarkan ilmu tersebut, serta menjalankan dakwah Islam dengan cara atau metode yang baik sehingga mencapai hasil yang lebih baik pula.
            Apabila umat Islam telah memahami ajaran-ajaran agamanya, dan telah mengerti hukum halal dan haram, serta perintah dan larangan agama, tentulah mereka akan lebih dapat menjaga diri dari kesesatan dan kemaksiatan, dapat melaksanakan perintah agama dengan baik dan dapat menjauhi larangan-Nya. Dengan demikian umat Islam menjadi umat yang baik, sejahtera dunia dan akhirat.
Di samping itu perlu diingat, bahwa apabila umat Islam menghadapi peperangan besar yang memerlukan tenaga manusia yang banyak, maka dalam hal ini seluruh umat Islam harus dikerahkan untuk menghadapi musuh. Tetapi bila peperangan itu sudah selesai, maka masing-masing harus kembali kepada tugas semula, kecuali sejumlah orang yang diberi tugas khusus untuk menjaga keamanan dan ketertiban dalam dinas kemiliteran dan kepolisian.
            Oleh karena ayat ini telah menetapkan bahwa fungsi ilmu tersebut adalah untuk mencerdaskan umat, maka tidaklah dapat dibenarkan bila ada orang-orang Islam yang menuntut ilmu pengetahuannya hanya untuk mengejar pangkat dan kedudukan atau keuntungan pribadi saja, apalagi untuk menggunakan ilmu pengetahuan sebagai kebanggaan dan kesombongan diri terhadap golongan yang belum menerima pengetahuan.
            Orang-orang yang telah memiliki ilmu pengetahuan haruslah menjadi mercusuar bagi umatnya. Ia harus menyebarluaskan ilmunya, dan membimbing orang lain agar memiliki ilmu pengetahuan pula. Selain itu, ia sendiri juga harus mengamalkan ilmunya agar menjadi contoh dan teladan bagi orang-orang sekitarnya dalam ketaatan menjalankan peraturan dan ajaran-ajaran agama.
Dengan demikian dapat diambil suatu pengertian, bahwa dalam bidang ilmu pengetahuan, setiap orang mukmin mempunyai tiga macam kewajiban, yaitu: menuntut ilmu, mengamalkannya dan mengajarkannya kepada orang lain.
Menurut pengertian yang tersurat dari ayat ini kewajiban menuntut ilmu pengetahuan yang ditekankan di sisi Allah adalah dalam bidang ilmu agama. Akan tetapi agama adalah suatu sistem hidup yang mencakup seluruh aspek dan mencerdaskan kehidupan mereka, dan tidak bertentangan dengan norma-norma segi kehidupan manusia. Setiap ilmu pengetahuan yang berguna dan dapat mencerdaskan kehidupan mereka dan tidak bertentangan dengan norma-norma agama, wajib dipelajari. Umat Islam diperintahkan Allah untuk memakmurkan bumi ini dan menciptakan kehidupan yang baik. Sedang ilmu pengetahuan adalah sarana untuk mencapai tujuan tersebut. Setiap sarana yang diperlukan untuk melaksanakan kewajiban adalah wajib pula hukumnya. Dalam hal ini, para ulama Islam telah menetapkan suatu kaidah yang berbunyi:

كل ما لا يتم الواجب إلا به فهو واجب

Artinya:
            Setiap sarana yang diperlukan untuk melaksanakan yang wajib, maka ia wajib pula hukumnya.
Karena pentingnya fungsi ilmu dan para sarjana, maka beberapa negara Islam membebaskan para ulama (sarjana) dan mahasiswa pada perguruan agama dari wajib militer agar pengajaran dan pengembangan ilmu senantiasa dapat berjalan dengan lancar, kecuali bila negara sedang menghadapi bahaya besar yang harus dihadapi oleh segala lapisan masyarakat.

c) Tafsir Surah at Taubah,ayat 122


Tatkala kaum Mukminin dicela oleh Allah bila tidak ikut ke medan perang kemudian Nabi saw. mengirimkan sariyahnya, akhirnya mereka berangkat ke medan perang semua tanpa ada seorang pun yang tinggal, maka turunlah firman-Nya berikut ini: (Tidak sepatutnya bagi orang-orang yang mukmin itu pergi) ke medan perang (semuanya. Mengapa tidak) (pergi dari tiap-tiap golongan) suatu kabilah (di antara mereka beberapa orang) beberapa golongan saja kemudian sisanya tetap tinggal di tempat (untuk memperdalam pengetahuan mereka) yakni tetap tinggal di tempat (mengenai agama dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali kepadanya) dari medan perang, yaitu dengan mengajarkan kepada mereka hukum-hukum agama yang telah dipelajarinya (supaya mereka itu dapat menjaga dirinya) dari siksaan Allah, yaitu dengan melaksanakan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya. Sehubungan dengan ayat ini Ibnu Abbas r.a. memberikan penakwilannya bahwa ayat ini penerapannya hanya khusus untuk sariyah-sariyah, yakni bilamana pasukan itu dalam bentuk sariyah lantaran Nabi saw. tidak ikut. Sedangkan ayat sebelumnya yang juga melarang seseorang tetap tinggal di tempatnya dan tidak ikut berangkat ke medan perang, maka hal ini pengertiannya tertuju kepada bila Nabi saw. berangkat ke suatu ghazwah.

E.Al-qur’an  surah al-mujadilah ayat 11



ARTINYA :
Hai orang-orang beriman apabila kamu dikatakan kepadamu: “Berlapang-lapanglah dalam majlis”, Maka lapangkanlah niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. dan apabila dikatakan: “Berdirilah kamu”, Maka berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. dan Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.(al-Mujadalah: 11)

a) Asbabun nuzul surah al-mujadilah ayat 11

Di riwayatkan oleh ibn abi hitam dari muqatil bin hibban, ia mengatakan bahwa suatu hari yaitu hari jum’at , Rasulullah SAW berada di shuffah mengadakan pertemuan di tempat yang sempit,dengan maksud menghormati pahlawan perang badar yang terjadi antara kaum muhajirin dan anshar. Beberapa pahlawan perang badar ini terlambat datang, diantaranya shabit dan qais, sehingga mereka berdiri diluar ruanggan. Meraka mengucapkan salam “ Assalamu’alaikum ayyuhan nabi wabarokatu”, lalu nabi menjawabnya. Mereka pun mengucapkan sama kepada orang-orang yang terlebih dahulu datang, dan dijawab pula oleh mereka. Para pahlawan badar itu tetep berdiri, menungu tempat yang disediakan bagi mereka tapi tidak ada yang memperdulikanya.melihat kejadian tersebut rasulullah menjadi kecewa lalu menyuruh kedapa orang-orang sekitarnya untuk birdiri. Diantar mereka ada yang berdiri tetapi rasa keenganan nampak di wajah mereka. Maka orang-orang munafik memberikan reaksi dengan maksud mencela nabi, sambil mengatakan “demai Allah, Muhammad tidak adil, ada orang ayng datang lebih dahulu datng dengan maksud memproleh tempat duduk didekatnya, tetapi disuruh berdiri untuk di berikan kepada orang yang datang terlambat datang”. Lalu turunlah ayat ini.

Bagian akhir ayat ini menjelaskan bahwa Allah akan mengangkat tinggi kedudukan orang yang beriman dan orang yang diberi ilmu. Orang-orang yang beriman diangkat kedudukannya oleh Allah dan Rasul-Nya, sedangkan orang-orang yang berilmu diangkat kedudukannya karena mereka dapat memperbanyak manfaat kepada orang lain. Ilmu disini tidak terbatas pada ilmu-.ilmu agama saja, tetapi termasuk di dalamnya ilmu-ilmu keduniaan. Apapun ilmu yang dimiliki seseorang bila ilmu itu bermanfaat bagi dirinya dan orang lain, ilmu itu tergolong salah satu dalam tiga pusaka yang tidak akan punah meskipun pemiliknya telah meninggal dunia. Tiga pusaka dimaksud adalah sedekah jariah, ilmu yang bermanfaat dan anak yang shaleh yang mendoakan kepada orang tuanya. Dalam QS. Al-Mujadalah ayat 11 di atas, Allah menganjurkan kepada kita agar senantiasa mau bekerja keras, baik dalam menuntut ilmu maupun bekerja mencari nafkah. Hanya orang-orang yang rajin belajarlah yang akan mendapatkan banyak ilmu. Dan hanya orang-orang yang berilmulah yang memiliki semangat kerja untuk meraih kebahagiaan hidup.


b)Isi kandungan surah al-mujadillah ayat 11

Surah al-Mujadalah/58 ayat 11 menjelaskan keutamaan orang-orang beriman dan berilmu pengetahuan. Kalau surah ar-Rahman/55 ayat 33 menjelaskan pentingnya ilmu pengetahuan, maka ayat ini menegaskan bahwa orang yang beriman dan berilmu pengetahuan akan diangkat derajatnya oleh Allah Swt.
Mengapa orang yang beriman dan berilmu pengetahuan akan diangkat derajatnya? Sudah tentu, orang yang beriman dan memiliki ilmu pengetahuan luas akan dihormati oleh orang lain, diberi kepercayaan untuk mengendalikan atau mengelola apa saja yang terjadi dalam kehidupan ini. Ini artinya tingkatan orang yang beriman dan berilmu lebih tinggi di banding orang yang tidak berilmu.

Akan tetapi perlu diingat bahwa orang yang beriman, tetapi tidak berilmu, dia akan lemah. Oleh karena itu, keimanan seseorang yang tidak didasari atas ilmu pengetahuan tidak akan kuat. Begitu juga sebaliknya, orang yang berilmu, tetapi tidak beriman, ia akan tersesat. Karena ilmu yang dimiliki bisa jadi tidak untuk kebaikan sesama.

c)Tafsir al-mujadilah ayat 11
ٌ ...دَرَجاتٍ الْعِلْمَ أُوتُوا الَّذينَ وَ مِنْكُمْ آمَنُوا الَّذينَ اللَّهُ يَرْفَعِ...”
Artinya : “… Allah akan mengangkat orang-orang yang beriman di antara kamu dan orang-orang yang diberi ilmu beberapa derajat…” (Q.S. Al – Mujadilah 58 : 11)
  Kutipan diatas merupakan salah satu ayat Al-Qur’an tepatnya surah Al – Mujadilah ayat 11. Dan kutipan tersebut akan dibahas pada kesempatan ini.
Arti dari ayat tersebut adalah ada orang yang akan diangkat derajatnya oleh Allah, yaitu orang-orang yang beriman dan orang-orang yang berilmu pengetahuan, dengan bebrapa derajat. 
Orang yang beriman dan berilmu pengetahuan akan menunjukkan sikap yang arif dan bijaksana. Iman dan ilmu tersebut akan membuat orang mantap dan agung. Tentu saja yang dimaksud dengan yang berilmu itu artinya yang diberi pengetahuan. Ini berarti pada ayat tersebut membagi kaum beriman kepada dua kelompok besar, yang pertama sekedar beriman dan beramal saleh, dan yang kedua beriman dan beramal saleh serta memiliki pengetahuan. Derajat kelompok kedua ini menjadi lebih tinggi, bukan saja karena nilai ilmu yang disandangnya, tetapi juga amal dan pengajatrannya kepada pihak lain baik secara lisan, tulisan maupun dengan keteladanan. (Quraish Shihab 2002:79-80)

orang-orang yang dapat menguasai dunia ini adalah orang-orang yang berilmu, mereka dengan mudah mengumpulkan harta benda, mempunyai kedudukan dan dihormati orang. Ini merupakan suatu pertanda bahwa Allah mengangkat derajatnya.

Dengan demikian dapat diambil kesimpulan bahwa Allah mengangkat derajat orang-orang yang beriman dan berilmu pengetahuan jika ilmu tersebut dimanfaatkan untuk kemaslahatan umat. Akan tetapi jika pengetahuan yang dimiliki tersebut hanya digunakan untuk mencelakakan atau membahayakan orang lain maka hal tersebut tidak dibenarkan. 
Jadi antara iman dan ilmu harus selaras dan seimbang, sehingga kalau menajdi ulama, ia menjadi ulama yang berpengetahuan luas, kalau ia menjadi dokter, maka akan menajdi dokter yang yang beriman dan sebagainya.
Wahai orang-orang yang beriman apabila kalian diperintah untuk berlapang-lapang guna di majelis untuk mempersilahkan saudara kalian duduk bergabung maka hendaklah seorang muslim berlapang –lapang agar saudaranya bisa duduk pula dalam majelis ,niscaya allah S.W.T akan meluaskan rezeki dan pahala kalian .
Apabila kalian diminta membuarkan diri dari majelis karena salah satu sebab maka bubarlah,niscaya allah S.W.T meningikan kedudukan orang-orang yang beriman diantara kalian menurut kadar iman mereka dan mengangkat kedudukan orang yang berilmu pengetahuan bebrapa derajat dalam karunia dan pahala karena keutamaan ilmu.
 Ilmu pengetahuan datang setelah adab majelis dipenuhi ,karena itulah orang-orang yang berilmu lebih paham daripada selain mereka tentang adab dan akhlak.
Allah S.W.T maha mengetahui segala sesuatu ,tidak ada yang samar baginya .tidak ada perkara yang terlupakan dari-nya ,allah s.w.t akan membalas setiap orang sesuai  dengan perbuatannya.














0 komentar:

Posting Komentar

 

Subscribe to our Newsletter

Contact our Support

Email us: Support@templateism.com

Our Team Memebers